.. Gugurkanlah butiran-butiran rasa itu ... sebagaimana bergugurannya dedaunan bila telah pula tiba waktunya...
Sesekali tidak... Jangan biarkan hati menyimpan sesuatu yang telah mengering...
Kian membusuk seiring dengan bergulirnya masa...
Hanya mencipta penyakit yang berujung pedih dan sesal...
Lepaskan...
Yakinlah... Musim semi kan menyapa.... :)

Sabtu, 26 November 2011

**~** Ketika Ujian menjadi Harga... **~**


Alangkah uniknya hidup ini. Senangnya ujian, apalagi susahnya. Suka nya adalah cobaan, apalagi dukanya. Bahagia nya fitnah, apalagi sengsaranya, lebih fitnah..

Untuk sederet ujian di atas, dan juga ujian-ujian lainnya, setiap manusia punya kantung-kantung pertahanan dalam jiwanya. Bila ujian-uijan itu, benar-benar hanya ujian kemanusiaan, mereka, dalam batas-batas tertentu punya insting dan kekuatan kemanusiaan untuk bertahan..
Sebab Allah telah memberi setiap makhlukNya kecakapan untuk bertahan..
Sebab Allah tidak akan membebani manusia kecuali sebatas kemampuannya. Meski besar dan kecilnya, kuat dan lemahnya daya tahan seseorang menghadapi ujian itu sendiri dipengaruhi oleh banyak hal..

Tetapi..sederet cobaan di atas, sungguh akan terasa berat..bila sampai mengganggu sisi kemusliman seseorang, mengguncang keyakinan, mengotori moral ketundukan kita kepada Allah.. Lalu menjuntai dari dalam hati prasangka-prasangka buruk kepada Allah.. mengalir gumpalan-gumpalan kekecewaan akan takdir Allah.. bahwa Allah serasa tidak adil…

Maka..bencana ujian itu telah menimbulkan perlawanan yang sangat naïf. Ia sebenarnya bukan perlawanan, tapi sepotong bencana kemusliman yang sangaaaat memprihatinkan…
Lebih berat dari semuanya, adalah ketika ujian kemanusiaan telah merusak paradigma kemusliman kita. Ketika seorang muslim mulai tidak yakin dengan keyakinannya. Bangunan akidah yang meyakini bahwa Allah Maha Kuasa atas seluruh makhluk di langit dan di bumi mulai terlihat condong. Keraguan mulai merambat perlahan pada relung hatinya. Lalu dengan setengah takut mulai muncul pertanyaan, Dimanakah Allah dalam keadaan ini??...

Duh, Allah…kemusliman hamba-hamba Mu disini perlahan menuju kematian.. Kematian karakter kemusliman yang terbunuh secara premature. Padahal kemusliman itu sendiri belum lagi sampai pada performa nya yang utuh. Begitu pun ia telah menuai guncangan dan cobaannya..

Sebuah ujian adalah Takdir…

Takdir, karena manusia dicipta untuk diuji. Manusia ada dalam kuasa Allah. Allah menciptakan manusia, lalu sesudah itu Allah memberi mereka ujian demi ujian, Cobaan demi cobaan, fitnah demi fitnah..
“Maha suci Allah yang di tanganNya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa dia antara kamu yang lebih baik amalnya.”
(QS. Al-Mulk: 1-2)

Ujian dalam bentuk sesuatu yang menyedihkan- seperti kata Sayyid Qutb- sangat mudah di jelaskan. Bahwa ia berfungsi mengenali sejauh mana daya tahan seseorang, kesabarannya atas kesusahan, kepercayaannya kepada Rabb nya, pengharapannya atas RahmatNya..

Adapun ujian, cobaan dan fitnah dalam bentuk kesenangan, justru itu yang perlu penjelasan. Ialah bahwa ujian dan cobaan dalam bentuk kebaikan jauh lebih mencengkeram.
Betapa banyak manusia tegar menghadapi ujian yang menyedihkan, tetapi alangkah sedikit yang tetap kokoh menghadapi ujian pada hal-hal yang baik dan menyenangkan.
Betapa banyak yang sabar menahan sakit dan kepayahan, tetapi alangkah sedikitnya yang tegar dan sabar menghadapi ujian sehat dan kemampuan fisik…

Alangkah terbatasnya yang mampu menerjang beban-beban ujian yang menyenangkan itu..

Yang sabar terhadap kemiskinan terlalu banyak. Tak goyah jiwanya, tak goncang batinnya, tak terhinakan kepribadiannya..
Tetapi yang lulus menghadapi ujian kesenangan, kekayaan yang melimpah, syahwat dan kesenangan nafsu yang menemukan kepuasannya, ujian akan banyaknya waktu istirahat dan waktu luang.. yang kokoh tak terlena jiwanya atas semua itu hanya sedikit..sangat sedikit..

Apapun itu.. Ujian adalah Harga..
Semakin berharga benda, semakin mahal harganya..

Sebab, seperti kata Sayyid Qutb, “Iman bukan kata-kata yang di umbar. Tetapi ia adalah hakikat yang punya beban. Amanah yang punya cobaan. Perjuangan yang memerlukan kesabaran. Kesungguhan yang memerlukan rasa penanggungan. Tak cukup orang berkata aku beriman. Tanpa ia menunjukkan bukti-buktinya..
Hingga ia mengalami ujian lalu ia tegar dan keluar dari dalamnya dengan bersih..dan jernih hatinya..
Seperti api yang membakar emas, untuk memilih bijih murni nya dari karat besinya..


Maka…bila malam yang sunyi menghampiri..tanyakan, masih adakah benih-benih keimanan di pelataran batin kita?..
Bila pagi yang tak berkabut menyapa..tanyakan, adakah bunga-bunga kemusliman itu menguncup di relung jiwa kita?.......


**~** Salam Ukhuwwah : Erika ayesha **~**

##**##**##**##**##**##**##**##**##**##**##**

Senin, 17 Oktober 2011

**~** Temui aku dalam istikharah mu... **~**


Ketika pertama kali merasakan waktu yang kian lambat berputar.. Tahukah engkau bahwa di sini pun ada galau yang makin mendebarkan..


Menanti apa takdir yang kelak menghampiri antara kau dan aku..


Tenggelam kita bersama dalam munajat kepasrahan pada tempat yang berbeda..menanti sebuah pertanda dari sang Pemilik Cinta…


Menggeliat tanda tanya besar, akankah biduk istikharah ku dan biduk istikharah mu menuju muara yang sama…


Sabarlah menanti lalu menerima apa-apa yang telah terencana olehNya..adalah hal terbaik di patri saat ketentuanNya belum benar-benar tuntas..


Kian resah di malam-malam dalam tengadah mohon di pilihkan..


Karena jikalau memang Allah menghendaki pertemuan kita, Allah pilihkan dirimu adalah yang terbaik bagiku.. Maka kita akan mengawalinya dengan segala perbedaan, bukan kesamaan…

Tak ada kebersamaan kita sebelumnya.. Kita adalah dua orang asing yang Allah pertemukan dengan takdirNya..


Akankah semua akan terjawab dengan indah??..


Serahkan lah semua atas ketentuanNya.. Jika Allah berkehendak, maka kau temui aku dalam istikharahmu..lalu aku pun menjumpaimu dalam istikharahku…


Maka keputusan itu semoga di berkati olehNya, sang Pemilik jiwa…



*untukmu yang sedang ‘menunggu jawaban'…bersabarlah, bersegera namun tidak tergesa-gesa..*




_Lubuklinggau di malam yang haru / 15-10-11 / 21.00 wib_


*~*~ Salam Ukhuwwah : Erika Ayesha ~*~*

Minggu, 09 Oktober 2011

**~** Saat tak terlupakan... **~**


Sayang…aku telah merencanakan sesuatu untukmu nanti. Sesuatu yang mungkin tak akan pernah kau lupakan untuk seumur hidupmu.


Sayang… aku akan mengepalkan tanganku, 'menonjok lembut' telak di wajahmu. Aku akan mencubit pinggangmu juga lengan mu dengan kencang. Tepat setelah ijab qabul kita nanti. Kau tahu mengapa sayang???...


Karena kau telah membuatku begitu lama menunggumu. Aku telah begitu sesaknya menahan kerinduan ini, kerinduan saat-saat kau mendatangiku dengan sebuah ikrar yang Allah menjadi saksinya. Kau tahu sayang…telah berlembar-lembar halaman hatiku habis hanya untuk menuliskan tanda tanya yang kian meresahkan. Membuat impuls – impuls di otakku terus bekerja memecahkan teka-teki silang yang belum juga terselesaikan hingga kehadiranmu.


Ah..kau begitu mengesalkanku… Maafkanlah sayang…


Sayang… Ketahuilah saat ijab qabul itu pula.. Sesungguhnya, bukanlah kekesalanku yang tumpah ruah..melainkan letupan cinta yang telah susah payah aku jaga agar berlabuh pada waktu dan orang yang tepat.. yang tak bisa lagi ku bendung untuk bersegera menuai pahala…


Sesungguhnya merekah bunga cintaku yang begitu suci akan memancar di merah semu wajahku. Pancaran bahagia yang kau beri akan berbinar indah di mataku. Akankah kau menangkapnya??..


Sayang…kepalan tanganku saat itulah yang telah kuat menggenggam azzam untuk bersetia berbakti kepadamu atas perintahNya.


Lentik jemariku ketika mencubitmu saat itulah yang akan terus berpaut pada lenganmu juga pinggangmu dengan segenap cinta dan sayang. Menyayangimu, mencintaimu juga buah hati kita kelak atas nama cintaNya..


Sayang… Semoga semua itu tak kan terlupakan seumur hidupmu….


Sayang… Pahamilah atas ketidaksabaranku ini.. Sikap kekanak-kanakanku.. Karena sebenarnya aku pun sedang belajar untuk menjadi seorang isteri yang sholehah sekaligus ibu yang lembut saat bersama mu nanti.


Sayang.. berjanjilah untuk tetap menempatkanku dekat di hatimu. Memberikan tangan kokohmu untuk memegangku kuat menuju Rabb kita.. Bukankah kita ingin bahagia disini dan disana nanti…



(Buatmu sayang…yang aku tak tahu siapa dan kapan datangnya…)



_ Lubuklinggau di hari yang biru / 9-10-11 / 12:13 wib _ (..angka uniq..) ^_^


~*~ Salam Ukhuwwah : Erika Ayesha ~*~

Minggu, 10 Juli 2011

*... Sepenggal Kisah Edelweis...*


Kututup munajat panjangku malam ini dengan begitu dalam.. Masih terdengar riuh suara desau hujan angin dari tadi sore semakin menggiring suasana sejuk dingin menusuk tiap ruas hati ku. Ada rasa yang berbeda dalam hati, ah.. benarkah ini seperti sebuah rasa kehilangan… Menyeruak bayangan tanah merah pemakamanmu.

Begitu senyap, yang terdengar hanya desah nafas teratur semua penghuni dirumah ini.. Sesekali diselingi suara angin dan gemuruh dari langit, kembali aku terpekur dalam, menatap untaian baris demi baris surat dari orang yang selama ini kuanggap sahabat sejiwaku..bahkan sudah seperti abangku sendiri.

“De, maafkan abang yang selama ini telah lancang diam-diam menyayangi bahkan mencintaimu.. Sungguh hati ini tak bisa menghindari, namun sekuat tenaga abang simpan dalam-dalam. Sungguh, selama ini abang sangat menghormati prinsip ade yang tak ingin pacaran dan benar-benar tak ingin merusak hubungan persahabatan yang bahkan kita sudah seperti kakak adik.. Abang benar-benar tak ingin kehilanganmu hanya karena secuil rasa yang tidak sepantasnya ini…

Abang sangat bangga dan bahagia bisa mengenal bahkan dekat dengan ade dan keluarga.. Kita bisa berbicara dan bercanda, saling mengingatkan, saling berbagi dalam susah dan senang.. Bahkan suatu kemuliaan buat abang, ade mau menganggap abang sebagai saudara…meski berawal dari silaturahmi di dunia maya dan belum pernah satu kali pun kita bertemu, tapi semua rasa ini sangat nyata dan tulus…

Ternyata Subhanallah begitu indah skenario Allah ya…

Sering terbersit dalam hati ini untuk mencoba memilikimu seutuhnya, meminangmu… Ah, lagi-lagi diri ini merasa sangat tidak layak untuk mu…bahkan untuk bisa menjadi temanmu saja, abang mesti berusaha keras memperbaiki diri dengan perlahan-lahan..
Abang hanya seorang yang bodoh, ga berpendidikan seperti dirimu..juga abang hanyalah orang bandel yang ga layak mendapat perhatian dari orang sebaik dirimu… Tak punya kemampuan ataupun prestasi apapun untuk bisa dibanggakan padamu… Tapi abang benar-benar menyayangimu, begitu tulus…
Buat abang, ade adalah sahabat sejiwa, guru, seorang ade (juga kekasih meski tak diakui..hehe..)

Begitu besar harapan dan impian ini, hingga pada akhirnya abang harus sadar diri dan mengikhlaskan ade untuk memilih pendamping hidup, karena memang abang merasa ga layak dan ga mampu untuk itu…
Tapi, rasa sayang ini tak sedikitpun berkurang..selamanya ade akan menjadi yang paling berharga dalam hidup abang… Semua kenangan itu akan selamanya abadi didalam hati abang…

Semoga suatu hari nanti kita bisa bersua walaupun cuma sesaat…

Selamat menempuh hidup baru ya de… Abang kan selalu mendoakan yang terbaik buat ade..
Semoga dia yang mendampingimu nanti adalah yang terbaik buat agama, hidup ade dan keluarga ade…

Kita akan tetap saling mendoakan, mohon doanya buat abang ya..
Abang yang selalu menyayangimu,

_Fajar Ariya_ “


Surat itu abang kirim padaku via pos seminggu sebelum rencana pendakiannya ke Merbabu. Setelah aku memberi tahu padanya tentang kabar rencana pernikahanku. Baru kali ini aku membaca kalimat-kalimatnya yang begitu lurus terarah, karena dia yang kukenal selama ini abang yang seringnya konyol, susah ditebak mana yang bercanda mana yang beneran… Semua kata-kata abang susah dipegang (emang angin,,hehe..)

Dentingan jam sebanyak empat kali membuyarkan lamunanku yang hanyut… Ah, biasanya..aku membangunkan abang mengingatkannya untuk Qiyamullail, dengan bantuan ponsel bututku yang selama ini setia menjadi sahabat kecilku….
Seandainya saja abang benar-benar saudara kandungku, ya mungkin aku tak akan merasa sungkan untuk terus mengingatkan, untuk terus bersama-sama sebagaimana aku dengan adik-adik kandung ku… Ya..aku memang terlahir sebagai anak pertama, aku tak punya kakak ataupun abang kandung… hee…

Mugkin ini sebuah inisiatif, akhirnya mengangkat sendiri seorang yang kuanggap seperti abangku sendiri.

********

Selepas subuh, waktu itu sebelum keberangkatan abang untuk tour pendakian dalam rangka training pada perekrutan kader baru di team pendakian yang ia rintis bersama teman-temannya, kembali ia meminta doa dan dukungan dari semua teman-temannya termasuk aku…

“De, mohon doa nya ya.. ahad pagi tim kita akan mulai bergerak berangkat menuju Pegunungan Merbabu, doain aja semoga semua berjalan lancar. Insya Allah abang akan terus memberi kabar selama kami masih dapat sinyal..“

Dari seberang terdengar suara abang begitu berbinar, yah..meski komunikasi kami selama ini hanya lewat telepon, semua tak menjadi pembatas dalam persahabatan ini.

“Ya bang, ade doain ya semoga semua berjalan sesuai dengan rencana.. Mmm, jangan lupa ya abang, bikin catatan perjalanan selama pendakian ya, trus ntar dikirim ke ade yah? Oh iyaa, satu lagi! Edelweiss nya yaa??hehe…” begitu antusias juga kusahut teleponnya.
“hmm, edelweiss.. Lambang cinta abadi namun kere…” gumamnya yang nyaris tak terdengar olehku. “Apa bang?!..kata siapa kere wey!” protesku. “Hehehe…” terdengar tawa renyah abang, namun tak memberi penjelasan apapun terhadap protesku, seperti biasa bikin aku sebel.

Ya, abang memang suka konyol, gaya ngomong yang semau gue-nya sepertinya sudah mendarah daging, tapi justru hal ini yang membuat aku dan abang bisa akrab. Aku yang menurut abang anak alim, serius, lugu, tapi lumayan intelek, awalnya cukup sulit untuk diajaknya berteman, tapi dalam waktu singkat entah mengapa akhirnya kita bisa bagai awan dan hujan, berteman dekat sampai-sampai merasakan seperti dua orang saudara. Abang lah tempat aku sering berbagi, bercerita tentang apapun, teman berantem meski aku sadar kadang kekonyolan nya sering membuatku naik pitam, tapi sulit aku pungkiri bahwa aku terkadang ngangenin itu semua… Ah, sungguh aneh..

“Door!!,. Idiih lagi ngelamunin abang yeh?? Hayoo ngaku..diem aja neng dari tadi.. Ehem..ehem ada yang takut ditinggalin nih kayak nya..haha.. Jangan takut oy! Abang kagak bakalan lama-lama diatas, tenang aja..hahah..” Hmm, mulai dah kata-katanya ngalir ga pake mikir, “Hah, dasar ke-Ge eR an niy orang” gerutuku dalam hati.
“Huh! Kagak bakalaaan!!... udah pergi aja sana, kaga balik juga ga kenapa-kenapa koq! Wee.. “ bibirku mengerucut. Kekesalanku akhirnya tumpah. “Haduuh dia marah oy..iya maaf boss, cuma becanda doang...maaf, maaf” Teriak abang dari seberang disambung tawa nya yang membahana. Huuft..betul-betul menyebalkan.

“Udahan ah ngambeknya, nanti abang bawain edelweiss nya yang banyak ya non?” bujuknya.
“Heh, beneran ya bang?! Hehe..” sambutku sambil terkekeh. Tawa kami berderai berserakan diudara.

***

Kami sudah berada pada ketinggian kira-kira 3000-an mdpl, udara jam 2 dini hari ini cukup membuat kami beku. Medannya juga makin sulit dilewati karena hujan terus menerus mengguyur, membuat pijakan licin. Mohon doanya ya de, semoga kami bisa mencapai puncak Merbabu dengan selamat. Kalau nanti ga bisa mengirim kabar lagi, berarti sudah ga ada sinyal lagi. Don’t worry, be happy ya neng.. I’ll be back soon, lengkap dengan edelweiss dan catatan perjalannya.. Siapin aja upacara penyambutan buat abang nanti ya..hehe…

_Salam Rimba_


Lamat-lamat ku baca sederetan kalimat sms abang yang terkirim ke telepon selulerku tepat jam 2 malam. Terlintas ingatanku saat kami beradu argumen ketika aku mencoba menahan abang agar tak melakukan climbing di saat seperti sekarang, karena memang sedang musim penghujan. Tapi abang tetap bersikeras untuk berangkat. Terbersit cemas dalam hatiku. Sembari ku panjatkan doa buat abang dan teman-temannya. Ah, mengapa hati ini menjadi tak tenang setelah membaca sms nya.
Selama tiga hari tak ada kabar lagi. Instingku mengatakan bahwa mereka sudah ada di puncak Merbabu. Hari ke-empat masih tak ada sms atau telepon dari abang atau teman-temannya yang masuk di Hand Phone ku. Hmm, dasar konyol bikin orang cemas aja.. gerutu ku dalam hati.
Dering nada sms Handphone ku betul-betul membuatku terlonjak. Untung gelas yang kupegang mendarat diatas kursi empuk, jadi tidak sampai pecah..Fiuhh..
Kusambar Hp ku, ah mudah-mudahan itu kabar dari abang.

Innalillahi wa innailaihi roji’uun. Telah berpulang teman kita Fajar Ariya. Tim kami mendapat musibah saat turun dari pendakian gunung Merbabu. Dan salah satu teman kita Fajar yang terjatuh, mengalami luka cukup serius dibagian kepala. Beliau tak sempat tertolong saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit. Mohon doa dari semua.

_Andre_


“Innalillahi wa innailaihi roji’uun.” Bibirku bergetar melafazkan kalimat itu. Dadaku terasa sesak. Sungguh aku tak percaya mendengar kabar itu. Tubuhku lemas. Akhirnya aku terduduk lunglai sambil bersandar ke dinding. Butiran bening terus tumpah ruah. Abang..benarkah ia telah pergi selamanya. Bukankah ia janji akan kembali segera? Mengapa ia kembali dengan jasad yang tak be-raga.. Ya Rabb…

Maaf Vega, sebelum kepergiannya, Fajar sempat menitipkan pada kami seikat bunga edelweiss dan catatan-catatn yang ia tulis dalam perjalanan pendakian kami buat kamu. Insya Allah, setelah selesai pemakamannya nanti akan kami kirimkan via pos ya. Tolong kirimkan alamat kamu ya Ve..

_Andre_


Sms Andre, temannya abang tak sempat lagi kubalas. Tanpa sadar ku kemasi barang-barangku kedalam tas besar. Yang ada dibenakku saat ini terbang ke Jakarta. Aku harus sempat menjumpai abang meski sekarang hanya jasadnya saja. Namun aku yakin ia pasti melihatku dari alam sana. Abang pasti senang dengan kehadiranku.

Abang kita akan bertemu walau hanya sesaat, walaupun raga mu tak lagi mendiami jasadmu. Aku akan memenuhi harapanmu, meski kini mungkin semua terlanjur terlambat. Aku akan menerima bunga edelweiss-mu dan catatan pendakian itu di samping abang. Saat semua telah membeku..jasad dan juga cintamu…

Tunggu kedatanganku..

***

Jumat, 11 Maret 2011

*-* MARI BERHENTI SEJENAK *-*


Perjalanan hidup ini melelahkan, ya sangat melelahkan. Betapa tidak, di saat idealisme kita dihadapkan pada realita yang beraneka ragam corak dan warnanya, kita harus bertahan karena kita tidak ingin tujuan hidup kita yang jauh ternodai dengan kepentingan sesaat. Ini bukan soal halal atau haram terhadap dunia dengan segala keindahannya, tapi soal menyikapinya agar tidak tergiur dan terpedaya olehnya.
Gambaran ini dapat kita rasakan di saat harus mengatakan "tidak" di hadapan mereka semua yang berkata "iya". Ketika ramai-ramai orang bicara ini dan itu dengan segala argumentasinya, tuntutan idealisme kita membisikkan kita untuk "diam", tatkala orang lain menilai bahkan mengecam kita dengan tuduhan ini dan itu, idealisme kitapun hanya mengisyaratkan kita untuk sekedar senyum tanpa kata-kata. Di saat orang beretorika dengan segala keahlian bahasanya, idealisme kitapun hanya meminta kita untuk membaca pikiran di balik pikiran. Dan ketika orang ramai-ramai memperbincangkan dunia dengan segala kenikmatannya, idealisme kitapun hanya mengalunkan satu kata, "qonaah". Itulah idealisme kita di hadapan mereka.

Terkadang tanpa terasa idealisme kita tergeser lantaran pikiran kita terbawa arus yang kita tidak menyadarinya. Belum lagi kondisi jiwa kita yang terus bergejolak mempengaruhi pikiran kita. Pikiran-pikiran itu selalu datang silih berganti tanpa kenal henti seiring dengan perjalanan hidup ini.
Memang, ini semua kita pahami sebagai sunnah kehidupan. Gelombang dan badai harus dipahami sebagai ladang ujian, problematika hidup merupakan hal tidak bisa dipisahkan dari hidup, pahit getir menjadi bumbu yang harus dirasakan oleh setiap kita, jatuh bangun adalah tangga yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita.
Letih, lelah itulah yang sering kita rasakan, kita sering merasakan kejenuhan, bosan bahkan tidak peduli dengan kondisi. Namun jangan pernah ada perasaan pesimis apalagi putus asa karena di balik semua itu pasti ada sesuatu yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti. Dan yang kita perlukan adalah berhenti sesaat. Berhenti bukan berarti selesai atau sampai di sini. Berhenti untuk merenungi kembali perjalanan yang telah kita lalui, berhenti untuk memompa kembali semangat beramal, berhenti untuk mencas batrei keimanan kita agar tidak redup.

Kita butuh waktu untuk melihat kondisi jiwa kita agar tetap stabil dan tahan dalam menghadapi segalanya. Kita terkadang lupa bahwa ada yang harus kita tengok dalam diri kita, "ruhiyah" kita. Kondisi ruhiyah kita yang selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang sehingga ia menjadi kekuatan yang akan melindungi jiwa kita dari berbagai rintangan yang akan menghalangi kita. Kita memerlukan nuansa ruhiyah yang nyaman agar dapat berpikir jernih dan tetap semangat menjalani hidup ini. Kita butuh ketegaran jiwa dalam menghadapi hiruk pikuk hidup.
Inilah yang senantiasa diajarkan oleh Muadz bin Jabal RA kepada sahabatnya dengan ungkapannya yang menyejukkan hati "mari duduk sesaat untuk beriman". Berhenti sejenak untuk menengok kembali kondisi keimanan agar tetap terjaga. Karena segala yang kita alami dalam hidup harus dihadapi dan bukan lari darinya, ingatlah bahwa lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah itu, bisa jadi justru akan menambah masalah baru. Memperbaharui keimanan akan membawa kita untuk memahami hakekat hidup ini dengan segala problematikanya. Mari kita sempatkan untuk selalu memperbaharui keimanan kita ditengah kesibukan dan hiruk pikuk kehidupan


Specially for : my self..

Selasa, 01 Maret 2011

...Segumam Cinta...


Menghirup dalam" udara pagi buta..wangi aroma tanah basah membaur sejuk pd buliran embun di pucuk" dedaunan..
Menelisik relung tentang sesuatu yang kusebut 'kenangan'...
Di sekelumit cerita pengisi wkt luang..
Menderas gumam memujiNYA.. Betapa tiap lekuk hidup mengajarkan banyak keindahan tak disadari..
Ketika kesabaran di uji & dibuktikan..dalam kesedihan yang dalam..
Dalam ketakutan..kehilangan yang tak bisa ditangguhkan..
Dalam menahan kesakitan..
Menyimpan semua dalam"...
Ketika mengerti & memahami hikmah yang bertebaran..
Sesejuk arti sebuah kasih sayang...yg menumpah ruah di tiap" simpul dalam ikatan darah..pun juga di pilinan ikatan Aqidah atas nama cintaNYA..
Kuhargai sebagaimana engkau menghargai arti sebuah ketulusan.. Indah, tak terlukiskan hanya dengan sebuah kata..




_LLG di pagi dingin dsiram hujan semalam, 1 Maret 2011_

*Erika Ayesha*

Rabu, 09 Februari 2011

*¤* Meminang Edelweis.. ¤*¤

..Edelweis..
Akhwat fillah..bagai edelweis dirimu indah terjaga..
Anggun tersemat di ketinggian..
Bukan orang yang lalu lalang..sembarang..mampu memilikimu..
Tapi dengan Harga sebuah ketangguhan.. Tangguh dalam syari'atNYA..

Edelweis.. Meraihmu..
Menaklukkan ketinggian, keberanian membuncah dalam menahan kesulitan,..azzam yang kuat untuk 1 tujuan..
Lelaki terpilih itu yang bisa memetik kuntum indah mu..
Engkau pun layak menjanjikan keabadianmu..
Abadi dalam kesetiaan, kelembutan, kasihsayang, dan bakti mu padanya atas nama cinta pada Rabb mu..
Subhanallah..

_Lubuklinggau disenja syafaq merah, 8 Februari 2011_
*Erika Ayesha*